Rabu, 07 September 2011

Masa Muda, Waktu Utama Beramal Shalih


Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma'in. Waktu muda, kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian pemuda. Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil. Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat para pemuda sadar, sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya. Hanya pada Allah-lah tempat kami bersandar dan berserah diri.

Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)

Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)

Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)

‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,

ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ

Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)

Manfaatkanlah Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu

Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :

[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,

[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,

[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,

[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,

[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)

Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.” Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.” Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.” Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.” Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”

Al Munawi mengatakan,

فَهِذِهِ الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا

Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)

Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

Orang yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya

Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)

Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah. “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal”. Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.

An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”

Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)

Begitu juga kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)

Ibnu Katsir mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai fase kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)

Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.

Jika engkau masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku akan beramal.

Daud Ath Tho’i mengatakan, "Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba". (Kam Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As Suhaim)

Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)

Semoga Allah memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Sabtu Pagi, 17 Rabi’ul Awwal 1430 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Selasa, 06 September 2011

Muslimah Only:: muslimah.or.id

Yap, situs ini memang sidesain spesial untuk para muslimah dari saudari sesama muslim. Situs ini diasuh oleh para muslimah dan ustadz di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsary Yogjakarta. Kamu bisa menemukan artikel-artikel khusus untuk muslimah di situs ini. Ada juga berbagai kisah, tips kesehatan, dan pendidikan didalamnya. Situs ini cocok buat kamu para muslimah muda maupun yang sudah berkeluarga. Oke deh, silahkan kunjungi situs ini dan temukan banyak ilmu serta faidah di dalamnya ^^

Kunjungi sekarang>>

Minggu, 21 Agustus 2011

APAKAH KAMU JILBABER SEJATI?::PART 1

Apakah kamu termasuk jilbaber? Atau malah kamu belum kepikiran pake jilbab?
Buat kamu yang udah jadi jilbaber, selamat deh berarti kamu udah melaksanakan syariat Islam. And buat kamu yang belum pake jilbab, ayo dong pake, dijamin gak ada ruginya plus dapat pahala.

Oke deh para jilbaber, gimana kerudung kalian selama ini? Apakah selalu24/7 dipake atau pas kegiatan tertentu kaya sekolah atau ikut acara keagamaan doang? Dan apakah jilbab kamu udah 100% pas dengan syariat atau malah terkesan 'nanggung' karena belum menutupi aurat dengan sempurna? Let's check this one ^^

APA SIH JILBAB ITU?
Sist, disini kita nggak bahas jilbab secara sempit alias cuma kerudung atau penutup kepala doang. Kata Ibnu Hazm "Jilbab yang diperintahkan untuk dipakai wanita menurut bahasa Arab adalah yang menutup seluruh tubuh bukan hanya menutup sebagian" Al Baghawi bilang " Jilbab adalah pakaian yang dikenakan kaum wanita merangkap khimar (kerudung) dan pakaian yang biasa digunakan di rumah. Sedangkan kalau kerudung yang salah kaprah kita sebut jilbab dalam bahasa Arab disebut khimar.

WAJIBNYA MENUTUP AURAT
Sist, agama kita adalah agama yang sangat menghormati dan melindungi martabat wanita. Islam gak rela kalau cewek tuh dijadikan bahan objekan atau pelampiasan seksual cowok semata. Islam mewajibkan wanita menutup aurat karena wanita begitu berharga. Gak percaya? Simak deh, Allah berfirman dalam Al-Qur'an di surat Al-Ahzab ayat 59:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang yang beriman: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka' yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

Terus... apa sih aja sih auratnya wanita? Kata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -semoga Allah merahmatinya- "Setelah kami meneliti Al-Qur'an, hadits nabi dan riwayat para salaf (ulama terdahulu) dalam masalah yang cukup penting ini, jelaslah bagi kami bahwa seorang wanita bila keluar dari rumahnya wajib menutup seluruh tubuhnya dan tidak boleh menampakkan sedikitpun perhiasannya, kecuali wajah dan telapak tangannya dengan jenis pakaian apapun asal terpenuhi syarat-syaratnya"

Pertanyaan berikutnya "Emang apa aja sih syarat-syaratnya?" Yuk kita lihat...

SYARAT-SYARAT JILBAB WANITA MUSLIMAH
Oke, berikut ini kita liat apa kriteria jilbab yang sempurna dan coba kita cross-check apakah jilbab kita udah sesuai tuntunan syariat atau belum? Dan buat kamu-kamu yang belum berjilbab, inilah jilbab yang sesungguhnya...

a. Menutup seluruh badan
Jilbab kamu harus sempurna menutupi seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Karena Rasulullah -shallahu 'alaihi wa sallam- pernah berkata kepada Asma' binti Abu Bakar "Wahai Asma' sesungguhnya seorang perempuan yang telah haidh tidak boleh terlihat darinya kecuali ini (beliau menunjuk wajah dan kedua tangannya)" (Hadits riwayat Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh AlAlbani). So, kalau kamu pake kerudung, jangan sampe sengaja nongolin poni atau jangan pake kerudung yang cuma kaya topi doang dan lehernya terbuka dan jangan 'telanjang kaki' atau ga pake kaos kaki karena kaki kita juga termasuk aurat.
Adapun soal menutup wajah (pake cadar) dan kedua telapak tangan (pake kaos tangan) termasuk perbuatan terpuji walaupun tidak wajib dilakukan, barangsiapa yang melakukannya berarti dia telah berbuat baik, bagi yang tidak melakukan tidak berdosa.

b. Tidak untuk berhias
Allah berfirman dalam surat An-Nuur ayat 31 "Jangan lah mereka menampakkan perhiasan mereka", secara umum ayat ini mengandung larangan menghiasi pakaian yang dikenakannya sehingga menarik perhatian laki-laki. Misalnya bajunya full bordir dari atas sampai bawah, atau bajunya bertaburan payet warna-warni, atau punya motif yang mencolok dll.
Namun perlu diketahui bahwa sama sekali bukanlah kategori perhiasan jika pakaian yang dipakai wanita bukan hitam atau putih. Karena para istri nabi dan para shahabiyaat (sahabat wanita) pernah memakai warna selain hitam dan putih.

c. Kainnya harus tebal dan gak boleh tipis atau transparan
Why? Agar warna kulit tertutup dari pandangan laki-laki asing. Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- pernah bersabda yang artinya: "Akan ada di akhir ummatku wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang diatas kepala mereka seperti terdapat punuk-punuk unta. Laknatilah mereka karena sesungguhnya mereka terlaknat"
Bahkan di riwayat lain ada tambahan:
" Mereka tidak akan masuk surga juga tidak dapat mencium aromanya padahal aroma surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian (menunjukkan bahwa aroma surga dapat tercium dari jarak yang amat jauh)"
Ulama kita, Ibnu 'Abdil Barr berkata: "Yang dimaksud nabi adalah perempuan-perempuan yang berpakaian tipis yang menampakkan (warna kulitnya) dan tidak menutupi (dari pandangan) maka mereka adalah perempuan yang berpakaian secara namanya dan telanjang pada hakikatnya"

d. Harus longgar dan gak boleh ketat atau nyeplak
Jilbab kamu harus longgar dan gak boleh ketat atau nyeplak bodi kamu. Misalnya kamu pakai kaos lengan panjang yang ketat, atau celana jeans pensil, atau celana legging, atau kerudung yang ketat dibagian leher, itu semua belum sempurna menutupi aurat kamu dan malah bisa 'mancing' cowok-cowok buat semakin melototin kamu. Tau gak? Fathimah binti Rasulullah pernah berkata kepada Asma' binti Abu Bakar "Wahai Asma', sesungguhnya aku memandang buruk seorang wanita yang mengenakan pakaian namun masih membentuk lekuk tubuhnya" Nah gimana keadaan muslimah hari ini?
Syaikh AlAlbani bilang " Oleh karena itu, hendaklah para mukminah zaman sekarang mau merenungkan hal ini, terutama para wanita yang masih memakai pakaian yang ketat yang masih menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis dan anggota badan lainnya. Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah, bertobat kepadanya dan selalu mengingat sabda Nabi -shallahu 'alaihi wa sallam- 'Perasaan malu dan iman keduanya saling bertalian, manakala hilang salah satunya maka hilang pulalah yang lainnya'"

Hmm...beginilah yang bisa disampaikan pada kesempatan kali ini. Dan stay tune ya, soalnya masih ada lanjutannya nih. Oke deh, semoga mencerahkan dan jangan lupa diamalkan

to be continued...

SEARCH ENGINE ILMU AGAMA:: yufid.com

Suka browsing?
Pingin cari ilmu agama?
Coba deh search engine YUFID!

Sekarang kamu ga usah takut 'kesasar' ke situs-situs nyeleneh kalo lagi surfing cari ilmu-ilmu agama! Gunakan search engine YUFID yang emang spesial buat nyari ilmu-ilmu agama yang shahih alias benar sesuai pemahamannya para sahabat nabi. Tunggu apalagi? Versi BETAnya bisa kamu akses di alamat: http://www.yufid.com
Selamat surfing ilmu agama dengan aman dan nyaman! ^^

ENGKAU SANG BIDADARI TERPILIH



Sebaik-baik Perhiasan

Ternyata, dunia yang penuh dengan gemerlap ini hanyalah perhiasan semu yang melalaikan. Keindahannya masih belum bisa menggantikan perhiasan terbaik yang telah diciptakan Allah a dengan rasa cinta. Ya, seindah dan semewah apa pun dunia ternyata tak mampu mengalahkan kemulian seorang wanita. Tapi, bukan semabarang wanita tentunya. Hanyalah wanita salihah yang mendapat predikat kebaikan lebih baik dari dunia dan seisinya. Rasulullah n, bersabda

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Dan wanita shalihah adalah sumber kebahagian para penduduk bumi. Keberadaannya begitu mempesona hingga para wanita buruk (tidak shalihah) tak akan pernah mampu mengalahkannya walau dengan emas setinggi gunung dan kemewahan seluas laut. Dan itulah yang ditekankan oleh Rasulullah n dalam sebuah hadist,

“Di antara kebahagian anak adam itu ada tiga, demikian juga dengan kesengsaraannya, juga ada tiga. Di antara kebahagian anak Adam itu adalah: wanita shalihah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan ketiga kesengsaraannya adalah wanita yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang buruk, dan kendaraan yang buruk.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)

Kini, Kemulian Itu Ternoda

Begitu agung dan mulianya seorang wanita di sisi Rabb Sang Pencipta, membuat para musuh Allah menjadi resah. Karenanya, mereka tiupakan aroma-aroma kebinasaan atas nama kebebasan dan kesetaraan. Mereka jadikan larangan Allah a dan rasul-Nya sebagai racun beraroma cokelat yang tampak begitu lezat. Dan aturan Ilahi yang begitu mulia, tampak seperti barang lusuh yang tiada arti. Lihat saja racun itu kini telah menghinggapi banyak wanita muslim di sekitar kita. Banyak wanita muslim yang terjebak untuk berpenampilan seronok dan berlenggak-lenggok di jalanan atas nama mode dan kecantikan. Padahal, Allah telah memberikan ancaman yang begitu dahsyat berkaitan dengan hal ini melalui lisan rasul-Nya yang mulia

“Dua golongan dari penghuni neraka yang tidak pernah kulihat yang seperti mereka berdua, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor-ekor sapi, yang dengan cemeti itu mereka memukuli manusia, dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok dan bergoyang-goyang, kepala mereka seperti punuh onta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk surgadan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian lama dan sekian lama.” (Diriwayatkan Muslim dan lain-lain)

Yang lebih mengerikan, banyak wanita yang tergiur dan terjerembab oleh gemerlapnya dunia. Mereka tinggalkan singgasana kemulian dan berlari menuju kursi panas kehancuran. Atas nama uang dan popularitas, merelakan keindahan tubuh dan kehormatan diri sebagai wanita terjaga. Mereka lupa bahwa harta dan dunia adalah perhiasan dunia yang melalaikan saja. Inilah musibah yang sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah n,

“Celakalah hamba dinar dan dirham, hamba sutera dan beludru. Apabila diberi dia akan merasa senang dan apabila tidak diberi maka di akan marah.”

Kembali Kepada Kemulian

Tidak ada cara lain untuk mengembalikan dunia pada tatanan yang lebih baik kecuali mengembalikan para wanita pada kedudukan awalnya, kemulian. Dan untuk memuliakan wanita, Islam telah menjadi satu-satunya solusi terbaik dengan syariatnya. Satu diantaranya dengan syariat hijab. Allah a berfirman yang artinya,

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Surat An Nuurr : 31)

Sudah saatnya para muslimah meraih kemulian sebagai hamba yang dikarunia banyak keindahan. Tentu caranya bukan dengan menjadikan mereka sebagai barang dagangan pemuas syahwat. Tapi, mereka harusnya menjadi perhiasan terbaik yang akan menggetarkan dunia dengan kelembutan dan ketulusan. Dan jika itu benar terwujud, sungguh mereka lebih mulia daripada para bidadri karena sholat, ibadah, dan ketakwaan mereka. (Adin)


source::http://majalah-elfata.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73:engkau-sang-bidadari-terpilih&catid=1:edisi-oktober-2010&Itemid=109

BANGGA JADI MUSLIM!



Tak bisa dipungkiri, banyak dari kita sekarang yang kurang percaya diri dengan identitas keislamannya. Mulai dari tren berpakaian hingga ke pola pikir. Kita merasa lebih nyaman kemana-mana mengenakan kaos dan celana jeans. Sebaliknya, kita merasa minder, merasa salah kostum bila mengenakan baju koko atau jilbab. Kita lebih suka mengambil inspirasi dari Chicken Soup daripada membaca kisah para sahabat. Merasa lebih “cerdas dan intelek” dengan menonton Oprah Show daripada datang ke pengajian. Kita merasa takjub ketika tahu Mark Zuckerberg ternyata membuat Facebook di usia 19 tahun, tapi kita merasa biasa saja mengetahui Ali bin Abi Thalib z mulai memperjuangkan Islam dengan ujung pedangnya ketika berusia 8 tahun. Kita bahkan terbiasa memulai hari kita dengan membaca koran, bukan dengan membaca Al-Qur’an.

Bahkan, ada segelintir dari kita yang justru merasa lebih nyaman bergaul dengan temannya yang bukan muslim dibanding dengan saudaranya sesama muslim, dengan alasan bahwa temannya itu lebih toleran. Hohoho… maksud “toleran” di sini, bahwa temannya yang bukan muslim tersebut akan cuek saja, apakah kita shalat atau tidak. Segelintir itu jugalah yang merasa risih dengan teman muslimnya yang “tidak toleran”, karena teman muslimnya tersebut sering menasehatinya untuk menjauhi pacaran.

Lambat laun, hati kita cenderung lebih menyukai mereka yang bukan muslim tersebut. Hal-hal inilah yang akan melemahkan hati, sehingga tiap akhir tahun, dengan mudahnya kita mengirim SMS “‘Met Natal & Tahun Baru”. Tidakkah kita merasa bahwa dengan SMS ini, sama saja menyatakan keridhaan kita atas agama mereka? Apa kita mau menyatakan bahwa agama mereka benar?

Saudaraku…………….

Tahukah engkau bahwa kaum musliminlah yang dulu menguasai peradaban dari Eropa hingga Asia Selatan

Kaum musliminlah yang menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, dan menjadi rujukan dunia, disaat manusia mencampakkan ilmu pengetahuan

Kaum musliminlah yang pertama kali memuliakan wanita, ketika manusia menganggapnya sebagai makhluk rendahan

Namun, dengan berbagai prestasi kaum muslimin tersebut, mengapa justru kita sekarang terpuruk?

Kenapa kita sekarang malah minder dalam ber-islam?

Ada berbagai macam alasan mengapa kita banyak yang tidak percaya diri dengan identitas keislamannya. Namun semuanya bermuara pada satu sebab. Yaitu kurangnya ilmu agama kita. Minimnya ilmu agama membuat kita tidak yakin akan kebaikan dari agama kita. Sehingga, segala aturan dalam syariat itu dianggap sebagai kekangan, hal yang membuat dada kita terasa sesak. Harus make jilbab lah! Pacaran nggak boleh lah! Harus shalat di masjid lah! Padahal syariat yang agung ini, mengatur hal-hal tersebut demi kebaikan kita sebagai manusia.

Media juga memiliki andil besar dalam membentuk pola pikir kita. Hegemoni barat dalam media sudah melewati pintu-pintu rumah kita setiap hari melalui televisi. Acara fiksi, gaya hidup, musik hingga talkshow, semua sebagian besar dari barat. Melalui televisi lah pola pikir kita dibius: barat adalah sumber kemajuan, apa-apa yang datang dari barat adalah kebenaran.

Di tengah serbuan produk kebudayaan barat tersebut, kita harus bisa memilih, mau sepenuhnya mengekor buta (taqlid) terhadap kebudayaan barat, atau tetap berpegang teguh pada kesempurnaan ajaran Islam dengan memilah apa-apa yang datang dari mereka.

“Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan keburukan” [Q.S. Al-Balad:10]

Namun, bukan berarti kita menolak secara mutlak apa-apa yang datang dari mereka. Yang dilarang untuk diikuti, adalah apa-apa yang merupakan kekhasan mereka, baik itu penampilan, perayaan maupun pola pikir mereka. Dalam hal-hal yang sifatnya sarana duniawi (teknologi), kita boleh mengambil dari mereka.

Dari berbagai alasan di atas, maka :

  1. Mulailah belajar agama secara serius. Ilmu agama tidak hanya yang kita dapatkan melalui 2 jam pelajaran agama dalam seminggu di kelas, ataupun hanya melalui khutbah Jumat di masjid. Mulailah ikut pengajian-pengajian. Pilihlah pengajian yang materinya mengajarkan tauhid terlebih dahulu. Karena tauhid-lah yang merupakan inti agama kita. Dengan tauhid yang benar, maka kita bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan tauhid yang benar, maka kita belajar mengikhlaskan apa-apa yang kita lakukan, sehingga selalu dinilai ibadah disisi Allah k.
  2. Memilih pergaulan yang baik. Teman yang baik akan mendorong kita untuk melakukan hal yang baik. Dia juga akan mengingatkan kita ketika kita berbuat salah.
  3. Memilah media. Apa yang kita lihat dan dengar akan mempengaruhi pola pikir kita. Jauhilah menonton cerita fiksi dan membaca komik. Banyak-banyaklah membaca kisah-kisah keteladanan orang-orang shalih. Ambillah pelajaran dari cara hidup mereka yang bersahaja. Lalu, berhati-hatilah juga terhadap acara-acara diskusi/talkshow yang ada di televisi. Karena kebanyakan acara diskusi tersebut tidak berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sehingga hasil dari acara diskusi seringkali bertentangan dengan agama kita. Acara seperti ini walau tidak terkesan mendikte, tapi menyusupi pola pikir kita secara halus dengan metode dialog, diskusi, obrolan, dan semacamnya.

Saudaraku……

Marilah kita mulai memulai hidup yang lebih baik. Memilih hidup dengan cara Islam, hidup dengan apa-apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bukankah kita sekarang sudah cukup dewasa? Sudah bisa mengambil keputusan? Ingatlah bahwa masa muda adalah suatu titik penentuan yang akan menentukan masa depan kita. Tiap orang memiliki pertimbangan. Tiap pilihan memiliki konsekuensi. Namun, orang berakal pasti akan menentukan pilihan hidupnya dengan pilihan yang merupakan wujud syukur atas nikmat terbesar yang didapatkannya, yaitu nikmat hidayah Islam.

“Sungguh, kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur, ada pula yang kufur” [Q.S. Al-Insan:3]. Wallahu alam bish showwab.

(ditulis pada pertengahan Februari, ditengah keprihatinan atas banyaknya pemuda Islam yang ikut merayakan Valentine’s Day) (Ristyandani)

Dikutip dari::http://tashfiyah.net/?p=616

NGGAK ADA YANG NAMANYA PACARAN ISLAMI!


Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah


Menempelkan label Islami memang mudah. Namun ketika yang dilekati adalah hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam, maka perkaranya menjadi berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an yang mulia:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, mudahan-mudahan mereka mau kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)

‘Ala`uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi rahimahullahu yang masyhur dengan sebutan Al-Khazin menyatakan dalam tafsirnya terhadap ayat di atas. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut”, karena kesyirikan dan maksiat tampaklah kekurangan hujan (kemarau) dan sedikitnya tanaman yang tumbuh di daratan, di lembah, di padang sahara yang tandus dan di tanah yang kosong. Kurangnya hujan ini selain berpengaruh pada daratan juga membawa pengaruh pada lautan, di mana hasil laut berupa mutiara menjadi berkurang. (Tafsir Al-Khazin, 3/393)

Kerusakan banyak terjadi di darat dan di laut, berupa rusak dan kurangnya penghidupan/pencaharian manusia, tertimpanya mereka dengan berbagai penyakit dan wabah serta perkara lainnya karena perbuatan-perbuatan rusak/jelek yang mereka lakukan. Semua itu ditimpakan kepada mereka agar mereka mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas apa yang mereka perbuat. Diharapkan dengan semua itu mereka mau bertaubat dari perbuatan jelek mereka. Demikian kata Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu dalam Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 634.

Demikianlah, kerusakan dapat kita jumpai di mana-mana. Jangankan di kota besar, bahkan di pedesaan sekalipun. Belum lagi musibah yang terjadi hampir di seluruh negeri. Semua itu tidak lain penyebabnya karena dosa anak manusia.

Abul ‘Aliyah rahimahullahu berkata, “Siapa yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi maka sungguh ia telah membuat kerusakan di bumi. Karena kebaikan di bumi dan di langit diperoleh dengan ketaatan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 6/179)

Pergaulan anak muda yang rusak merupakan salah satu penyebab kerusakan tersebut. Hubungan pra nikah dianggap sah. Pacaran boleh-boleh saja, bahkan dianggap suatu kewajaran dan tanda kewajaran anak muda.

Di lembar ini, bukan hubungan mereka (baca: yang awam) yang ingin kita bicarakan, karena telah demikian jelas penyimpangan dan kerusakannya! Para pemuda pemudi yang katanya punya ghirah terhadap Islam, yang aktif dalam organisasi Islam, training-training pembinaan keimanan dan kegiatan-kegiatan Islami lah yang hendak kita tuju. Mungkin karena kedangkalan terhadap ilmu-ilmu Islam atau terlalu mendominasinya hawa nafsu, mereka memunculkan istilah “pacaran Islami” dalam pergaulan mereka. Bagaimana pacaran Islami yang mereka maukan? Jelas karena diberi embel-embel Islam, mereka hendak berbeda dengan pacaran orang awam/jahil. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegang-pegangan, tidak ada kata-kata kotor dan keji. Masing-masing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, tentang umat, saling mengingatkan untuk beramal, berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengingatkan negeri akhirat, tentang surga dan neraka. Begitu katanya!

Pacaran yang dilakukan hanyalah sebagai tahap penjajakan. Kalau cocok, diteruskan sampai ke jenjang pernikahan. Kalau tidak, diakhiri dengan cara baik-baik. Dulu penulis pernah mendengar ucapan salah seorang aktivis mereka dalam suatu kajian keIslaman untuk mengalihkan anak-anak muda Islam dari merayakan Valentine Day, “Daripada pemuda Islam, ikhwan sekalian, pacaran dengan wanita-wanita di luar, yang tidak berjilbab, tidak shalihah, lebih baik berpasangan dengan seorang muslimah yang shalihah.”

Darimanakah mereka mendapatkan pembenaran atas perbuatan mereka? Benarkah mereka telah menjaga diri dari perkara yang haram atau malah mereka terjerembab ke dalamnya dengan sadar ataupun tidak? Ya, setanlah yang menghias-hiasi kebatilan perbuatan mereka sehingga tampak sebagai kebenaran. Mereka memang -katanya- tidak bersentuhan, tidak pegangan tangan, tidak ini dan tidak itu… Sehingga jauh dan jauh mereka dari keinginan berbuat nista (baca: zina), sebagaimana pacarannya para pemuda-pemudi awam/jahil yang pada akhirnya menyeret mereka untuk berzina dengan pasangannya. Na’udzubillah!!! Namun tahukah mereka (anak-anak muda yang katanya punya kecintaan kepada Islam ini) bahwa hati mereka tidaklah selamat, hati mereka telah terjerat dalam fitnah dan hati mereka telah berzina? Demikian pula mata mereka, telinga mereka?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabdanya:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina1. Dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka, zinanya mata adalah dengan memandang (yang haram) dan zinanya lisan adalah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dalam lafadz lain disebutkan:

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكلامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina, dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina, dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina, dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara, hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata: “Makna dari hadits di atas adalah anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Maka di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram (untuk dimasuki karena bukan pasangan hidupnya yang sah, pent.). Dan di antara mereka ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahramnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau untuk melihat zina, atau untuk menyentuh wanita non mahram atau untuk melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita non mahram dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi. Sementara kemaluannya membenarkan semua itu atau mendustakannya. Maknanya, terkadang ia merealisasikan zina tersebut dengan kemaluannya, dan terkadang ia tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan kemaluannya ke dalam kemaluan yang haram, sekalipun dekat dengannya.” (Syarhu Shahih Muslim, 16/206)

Dengan pacaran yang mereka beri embel-embel Islam, adakah mereka dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram? Sementara memandang wanita ajnabiyyah (non mahram) atau laki-laki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)

Tidakkah mereka tahu bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)

Di samping itu, dengan pacaran “Islami” ala mereka, mereka tentu tidak akan lepas dari yang namanya khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya hijab/tabir penghalang).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata, “Wanita adalah fitnah, sehingga laki-laki ajnabi dilarang bersepi-sepi dengannya. Karena jiwa-jiwa manusia diciptakan punya kecenderungan/syahwat terhadap wanita, dan setan akan menguasai mereka dengan perantaraan para wanita.”

Beliau juga mengatakan bahwa wanita adalah aurat yang sangat urgen untuk dijaga dan dipelihara. Dan mahramnya sebagai orang yang memiliki kecemburuan terhadapnyalah yang akan melindungi dan menjaganya. (Al-Ikmal, 4/448)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan, “Adapun bila seorang laki-laki ajnabi berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah tanpa ada orang ketiga bersama keduanya, maka hukumnya haram menurut kesepakatan ulama. Demikian pula bila bersama keduanya hanya ada seseorang yang biasanya orang tidak sungkan/tidak merasa malu berbuat sesuatu di hadapannya karena usianya yang masih kecil, seperti anak laki-laki yang baru berumur dua atau tiga tahun dan yang semisalnya. Karena keberadaan orang seperti ini sama saja seperti tidak adanya.” (Al-Minhaj, 9/113)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1171, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Karena bahayanya fitnah wanita dan bersepi-sepi dengan wanita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai memperingatkan:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hati kalian masuk ke tempat para wanita!” Berkatalah seseorang dari kalangan Anshar, “Wahai Rasulullah! Apa pendapat anda dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 5638)

Ipar di sini adalah kerabat suami selain ayah dan anak laki-lakinya. Makna “Ipar adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, bahwa kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. Kejelekan bisa terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena biasanya ia bisa masuk dengan leluasa menemui wanita yang merupakan istri saudaranya atau istri keponakannya, serta memungkinkan baginya berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada pengingkaran, karena dianggap keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga dengan si wanita. (Al-Minhaj, 14/ 378)

Ketika Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ditanya tentang hubungan kasih antara laki-laki dan perempuan yang terjalin sebelum zawaj, beliau menjawab, “Bila yang dimaukan penanya, sebelum zawaj adalah sebelum dukhul (jima’) setelah dilangsungkannya akad nikah, maka tidak ada dosa tentunya. Karena dengan adanya akad berarti si wanita telah menjadi istrinya walaupun belum dukhul. Namun bila yang dimaksud sebelum zawaj adalah sebelum akad nikah, baru pelamaran atau belum sama sekali, maka yang ini haram. Tidak boleh dilakukan. Tidak diperkenankan seorang lelaki bernikmat-nikmat dengan seorang wanita ajnabiyah, baik dalam ucapan, pandangan, maupun khalwat.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, 2/600)

Seorang laki-laki yang telah resmi melamar seorang wanita sekalipun, ia tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterimanya pinangannya tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat-menyurat, bebas telepon, bebas sms, bebas chatting, ngobrol apa saja. Karena hubungan keduanya belum resmi, si wanita masih tetap ajnabiyah baginya. Lalu apatah lagi orang yang baru sekadar pacaran belum ada peminangan, walaupun diembel-embeli kata Islami?

Ada seorang lelaki meminang seorang wanita. Di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i. Berbincanglah si lelaki dengan si wanita, namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur`an. Ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang hal ini, beliau menjawab, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena perasaan si lelaki bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah sesuatu yang haram. Dan sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/748)

Permasalahan senada ditanya kepada Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah, hanya saja pembicaraan si lelaki dengan si wanita yang telah dipinangnya tidak secara langsung namun lewat telepon. Beliau pun memberikan jawaban, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita, maka itu lebih baik dan lebih jauh dari keraguan/fitnah.

Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung lamaran di antara mereka, namun hanya bertujuan untuk saling mengenal -sebagaimana yang mereka istilahkan- maka ini mungkar, haram. Bisa mengarah kepada fitnah dan menjerumuskan kepada perbuatan keji.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا

“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan, dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).

Ulama telah menyebutkan bahwa wanita yang sedang berihram melakukan talbiyah tanpa mengeraskan suaranya. Dan di dalam hadits disebutkan:

إِذَا أَتَاكُمْ شَيْءٌ فِي صَلاَتِكُمْ، فَلْتُسَبِّحِ الرِّجَالُ وَلْتَصْفِقِ النِّسَاءُ

“Apabila datang pada kalian sesuatu dalam shalat kalian, maka laki-laki hendaklah bertasbih dan wanita hendaknya memukul tangannya.”

Hadits di atas termasuk dalil yang menunjukkan bahwa wanita tidak semestinya memperdengarkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, kecuali dalam keadaan-keadaan yang dibutuhkan sehingga ia terpaksa berbicara dengan laki-laki dengan disertai rasa malu. Wallahu a’lam.” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/163,164)

Kita baru menyinggung pembicaraan via telepon ataupun secara langsung. Lalu bagaimana bila pemuda-pemudi berhubungan lewat surat?

Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman dalam Fatawa Al-Mar`ah (hal. 58) ditanya, “Bila seorang lelaki melakukan surat-menyurat dengan seorang wanita ajnabiyah, hingga pada akhirnya keduanya saling jatuh cinta, apakah perbuatan ini teranggap haram?” Beliau menjawab, “Perbuatan seperti itu tidak boleh dilakukan, karena dapat membangkitkan syahwat di antara dua insan. Dan syahwat tersebut mendorong keduanya untuk saling bertemu dan terus berhubungan. Kebanyakan surat-menyurat seperti itu menimbulkan fitnah dan menumbuhkan kecintaan kepada zina di dalam hati. Di mana hal ini termasuk perkara yang menjatuhkan seorang hamba ke dalam perbuatan keji, atau menjadi sebab yang mengantarkan kepada perbuatan nista. Karenanya, kami memberikan nasihat kepada orang yang ingin memperbaiki dan menjaga jiwanya agar tidak melakukan surat-menyurat yang seperti itu dan menjaga diri dari pembicaraan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Semuanya dalam rangka menjaga agama dan kehormatannya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufik.”

Bila ada yang berdalih bahwa isi surat-menyurat mereka jauh dari kata-kata keji, tidak ada kata-kata gombal dan rayuan cinta di dalamnya, apatah lagi dalam surat menyurat tersebut dikutip ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dijawab oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu, “Tidak boleh bagi seorang lelaki, siapapun dia, untuk surat-menyurat dengan wanita ajnabiyah. Karena hal itu akan menimbulkan fitnah. Terkadang orang yang melakukan perbuatan demikian menyangka bahwa tidak ada fitnah yang timbul. Akan tetapi setan terus menerus menyertainya, hingga membuatnya terpikat dengan si wanita dan si wanita terpikat dengannya.”

Asy-Syaikh rahimahullahu melanjutkan, “Dalam surat-menyurat antara pemuda dan pemudi ada fitnah dan bahaya yang besar, sehingga wajib untuk menjauh dari perbuatan tersebut, walaupun penanya mengatakan dalam surat menyurat tersebut tidak ada kata-kata keji dan rayuan cinta.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, 2/898)

Demikianlah… Lalu, masihkah ada orang-orang yang memakai label Islam untuk membenarkan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran?

Wallahul musta’an.

Footnote:

1 Yakni yang namanya zina itu tidak hanya diistilahkan dengan apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. (Fathul Bari, 11/28)

(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. IV/No. 39/1429H/2008, kategori: Niswah, hal. 83-87. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=638)

Let's Start!


بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah
Pada tanggal 21 Ramadhan 1432 H bertepatan dengan
21 Agustus 2011 M
kami dapat meluncurkan blog
'MUSLIMAH MUDA'
yang dapat diakses dengan alamat
http://www.muslimahnextgeneration.blogspot.com
Semoga dapat bermanfaat buat kamu semua para remaja muslimah!